Panduan tentang Menu

"Selamat Datang di Blog Cara Mengisi Blog dengan Modul Pembelajaran

Husni Novia Riningsih072012910

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kita tentang penyakit Autisme.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan.
Namun berkat usaha yang dilakukan terus menerus akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih terdapat banyak kekurangannya.
Penulis menyadari sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulsan makalah,
bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapka kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berguna untuk masa yang akan datang.
Harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca, rekan, pelajar, dan ibu pertiwi.


Padang, Januari 2009

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Autisme adalah sebuah penyakit yang satu abad yang lalu hampir tidak terdengar sama sekali, kini sudah hampir menjadi sesuatu yang normal.
`` Perkembangan autisme terutama makin melejit di beberapa dekade terakhir. Ketika sudah terlanjur, Autisme bisa sangat sulit untuk dikendalikan,
apalagi untuk disembuhkan. Jika kita mengetahui berbagai potensi penyebabnya, maka mudah-mudahan kita bisa mengatur agar anak kita terhindar dari itu semua.
“Mencegah lebih baik daripada mengobati”, kata pepatah.
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autisme hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis
hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
? Untuk memenuhi tugas Patologi
? Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang penyakit autisme.

1.3 Metode penulisan

Adapun metode penulisan dari makalah ini adalah dengan menggunakan metode Deskriptif yaitu metode dimana penulis mendapat sumber pembahasannya
dari beberapa situs internet.


BAB II
PEMBAHASAN


A. DEFINISI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga tahun 2003 yang menyatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan
pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan
orang lain terganggu (2003:77).
Definisi tersebut didukung dengan pendapat Peeters yang menyatakan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau pervasif,
dan bukan suatu bentuk penyakit mental (2004:14).


B. ETIOLOGI

Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini.
Kemungkinan besar ada banyak penyebab autism, bukan hanya satu.
Dahulu sempat diduga bahwa autisme disebabkan karena cacat genetik. Namun cacat genetika tidak mungkin terjadi dalam skala demikian besar dan dalam waktu demikian singkat.
Karena itu kemudian para peneliti sepakat bahwa ada banyak kemungkinan penyebab autisme lainnya.
Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :
1. Vaksin yang mengandung Thimerosal. Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin.
2. Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak dan orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak.
Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
3. Genetik yaitu dengan dugaan bahwa awal dari penyebab autisme. Autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya. Namun tidak itu saja,
juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autism walaupun
sang ayah normal atau bukan autis.
4. Makanan : berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan
dari makanan para penderita autisme,
banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.
5. Radiasi pada janin bayi. Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita,
ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu.
6. Folic Acid adalah zat yang biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak,
tingkat autisme jadi meningkat.
7. Sekolah lebih awal. Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme.
Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu :
1. Faktor keluarga dan psikologi. Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.
2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf). Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada penderita
3. Faktor genetic. Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga menderita penyakit yang sama.
4. Faktor kekebalan tubuh.
Berhubungan pada masa kehamilan, faktor kekebalan tubuh ibu yang tidak dapat mencegah infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan saraf bayi.
ï Faktor pada kehamilan dan kelahiran
ï Faktor biokimia

C. EPIDEMIOLOGI

Autisme adalah salah satu kasus yang jarang ditemui, tetapi jika pemeriksaan yang teliti dilakukan di suatu rumah sakit maka, kejadian autisme didapatkan sekitar 2- 5
setiap 10.000 anak di bawah umur 12 tahun. Pada anak-anak autis yang juga memiliki gangguan retardasi mental, maka prevalensinya mencapai antara 20 setiap 10.000 kasus.
Penelitian di Amerika memperkirakan anak-anak autisme mencapai 2 – 13 setiap 10000 anak. Gangguan autisme lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, perbandingan hingga 3 kali lebih sering.

D. PATOFISIOLOGI

Berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan adanya disfungsi system neurokimiawi pada penderita autisme yang meliputi sistem serotonin, norepinefrin, dan dopamin.
Gangguan sistem neurokimiawi tersebut berhubungan dengan perilaku agresif,
obsesif kompulsif, dan stimulasi diri sendiri (self stimulating) yang berlebih.
Gangguan sistem dopaminergik pada autisme menunjukkan tempat gangguan reaksi dopamin akan menentukan sifat gejala yang muncul pada psikosis. Reaksi dopamin rendah atau tidak reaktif pada regio kortikal (korteks frontal dan prefrontal)
akan memunculkan gangguan fungsi eksekutif, kemiskinan isi pikir, bicara, dan motivasi yang rendah, sehingga pemberian antagonis dopamin yang bekerja pada korteks frontal dan prefrontal akan memperburuk gejala.
Peranan gangguan dopamin pada autisme sering didasarkan pada pengukuran kadar HVA - suatu metabolit dopamin dan percobaan pemberian obat-obat agonis dopamin. Sebagian penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kadar HVA (homovanillic acid )
ditemukan lebih tinggi pada anak Autisme yang gejala stereotipiknya lebih berat.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autisme yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis.
Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.
Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan
sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa.

F. KOMPLIKASI

Salah satu komplikasi penyakit autisme ini adalah kesulitan makan pada anak. Peristiwa kesulitan makan yang terjadi pada penderita Autis biasanya berlangsung lama. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah
gangguan asupan gizi seperti kekurangan kalori,
protein, vitamin, mineral dan anemia (kurang darah). Kekurangan kalori dan protein yang terjadi tentunya akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada penderita Autis. Tampilan klinis yang dapat dilihat adalah
kegagalan dalam peningkatan berat badan atau tinggi badan.

G. PENATALAKSANAAN

Anak autisme adalah anak yang kurang dapat bergaul, berkomunikasi, bertingkah laku (banyak diam) dan mengendalikan emosi secara baik dengan tingkatan yang berbeda-beda atau seakan mempunyai dunianya sendiri. Dalam PPDGJ-III Indonesia,
autisme masa kanak berada pada kelompok gangguan perkembangan pervasif. Penatalaksanaan anak autisme ini haruslah dilakukan dengan penuh kesabaran dan sangat teratur.

Tips bagi orang tua dengan anak autisme :
1. Terapi perilaku, baik di dalam rumah dengan pendampingan orangtua atau di therapy center dengan bantuan seorang terapis. Dalam terapi perilaku diajarkan pula untuk dapat bersosialisasi dengan teman-teman
sebaya melalui suatu permainan secara bersama.
2. Kombinasi terapi perilaku disertai dengan terapi obat pada anak autisme dilaporkan oleh suatu penelitian ternyata cukup memiliki manfaat.
3. Kombinasi terapi perilaku disertai dengan terapi obat pada anak autisme dilaporkan oleh suatu penelitian ternyata cukup memiliki manfaat.







BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
2. Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini.
3. Kejadian autisme didapatkan sekitar 2- 5 setiap 10.000 anak di bawah umur 12 tahun.
4. Gangguan autisme lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, perbandingan hingga 3 kali lebih sering.
5. Berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan adanya disfungsi system neurokimiawi pada penderita autisme yang meliputi sistem serotonin, norepinefrin, dan dopamin.
6. Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya.
7. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah gangguan asupan gizi seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, mineral dan anemia (kurang darah).

3.2 SARAN

Diakhir penulisan makalah ini, penulis berharap mudah-mudah makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit autisme ini
sehingga pembaca dapat menghindari dan mencegahnya dari dini bagi anak-anaknya.