BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otak kita terdiri dari jutaan sel saraf (neuron), yang bertugas mengoordinasikan semua aktivitas tubuh kita termasuk perasaan, penglihatan, berpikir, menggerakkan [otot]. Epilepsi, terkadang disebut juga ayan atau sawan, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP).
Epilepsi yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant , sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang, kebanyakan yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bias menenangkan antiepileptik yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis kompleksnya. Sakit kepala yang menyerang sukar sekali untuk diperlakukan secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal diberikan,sekitar 30-40% tentang penderita epilepsi yang terjangkit, biasanya pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit sementara. Akan tetapi gejala epilepsi akan timbul sesekali, karena epilepsi sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang.
B. Tujuan
Untuk mengetahui tentang apa itu epilepsi, faktor etiologinya, dan cara penanggulangannya.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
An occanonal, an excesive and a disoderly discarghe of nervous tissue (John Hunglnys Jackson, 1889), induced by any proses involving the cerebral cortex.
B. Etiologi
Disebabkan oleh:
1. Idiopatik : Epilepsi idiopatik biasanya disebabkan oleh faktor genetik, berespon baik dengan pengobatan perkembangan anak berjalan normal, sebaliknya pada yang simtomatik perkembangan anak tidak normal, serta respon terhadap pengobatan kurang baik.
Sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsy Idiopatik.
2. Fktor herediter : ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Faktor genetic : pada kejang demam dan breath holding spells.
4. Kelainan congenital otak : atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum.
5. kelainan metabolisme tubuh: hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6. Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmoid.
7. Trauma : Kotusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.
8. Neoplasma otak dan selaputnya.
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
10. Keracunan : timbale(Pb), Kamper (Kapur barus), Fenotiazin, Air.
11. Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degradasi serebral, dan lain-lain.
Faktor PRESIPITASI
Ialah factor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu:
1. Faktor sensoris : Cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.
2. Faktor sistemik : demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.
3. Faktor Mental : Stres, gangguan emosi.
C. Epidimiologi
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut.
Kelainan epilepsi cukup sering dijumpai, dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa di antara 1000 orang penduduk didapatkan 5-20 oarng penderita epilepsi. Dengan kata lain : angka kejadian atau prevalensi epilepsi adalah 5-20 per 1000 orang penduduk. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai prevalensi di Indonesia. Dibeberapa negara di dunia telah dilakukan penelitian, hasil yang diperoleh ialah sebagai berikut:
Dari penelitian di Rocherter, Minnesola, AS pada tahun 1965, didapatkan prevalensi Epilepsi adalah 5,7 per 1000 penduduk.
Dari penelitian didapatkan bahwa prevalensi epilepsi lebih tinggi di negara berkembang dibanding negara maju.
D. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan lisrik dari sel saraf tersebut.
Beberapa penyelidikan menunjukkan peran aseil kolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehigga manifesrasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu bila asetil kolin sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar ari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolinyang merembes keluar permukaan otak dari pada selama tidur. Pada tumor serebri atau adanya sikatriks pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat tersebut akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf.
E. Klasifikasi Epilepsi
Menurut Commision of Classification and Terminology of the International League against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut:
I. Sawan Pasial (fokal,lokal)
A. Sawan Parsial Sederhana: sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
B. Sawan Parsial Komplek (disertai gangguan kesadaran)
C. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
II. Sawan Umum (Konvulsif atau non konvulsif)
A. 1. Sawan lena (absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar keatas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlansung selama ¼-1/2 menit dan biasanya terjumpai pada anak.
2. Lena tak khas (atypical absence)
Dapat disertai:
· Gangguan tonus yang tidak jelas
· Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
B. Sawan mioklonik
C. Sawan klonik
D. Sawan tonik
E. Sawan tonik-klonik
F. Sawan atonik.
III. Sawan tak tergolongkan.
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara.
F. Diagnosis Epilepsi
Hippocrates adalah orang pertama yang berhasil mengidentifikasi gejala epilepsi sebagai masalah pada otak, roh jahat, dan sebagainya. Seseorang dapat dinyatakan menderita epilepsi jika orang tersebut telah setidaknya mengalami kejang yang bukan disebabkan karena alkohol dan tekanan darah yang sangat rendah. Alat bantu yang digunakan biasanya adalah:
· MRI (Magnetic resonance imaging) Menggunakan magnet yang sangat kuat untuk mendapatkn gambaran dalam tubuh/ otak seseorang. Tidak menggunakan X-Ray. MRI lebih sensitif dripada CT-Scan.
· EEG (electroencephalography) alat untuk mengecek gelombang otak.
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain:
· Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
· Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
· Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.
DIAGNOSIS BANDING
· Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat mendasar.
· Epilepsi parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut usia.
· Epilepsi parsial kompleks
Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global amnesia.
PERTOLONGAN PERTAMA BAGI EPILEPSI
Tidak perlu panik mendapati anak epilepsi, lakukan langkah berikut sebagai pertolongan pertama:
· Baringkan anak di tempat yang rata.
· Longgarkan pakaiannya, agar napasnya tidak sesak.
· Miringkan tubuhnya.
· Jangan memasukkan apapun ke dalam mulutnya.
G. Prognosis
Pasien epilepsi yang berobat secara teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum obat dengan teratur.
Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik-klonik dan sawah parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.
H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa menggagu kapasitas fisik dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.
1. Pengobatan Medika Mentosa.
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolk, maka disamping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan:
· Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan.
· Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan, ini berarti pasien mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.
· Obat yang diberikan sesuai dengan jenis sawan.
· Sebaiknya menggunkan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.
· Dosis obat disesuaikan secara individual.
· Evauasi hasilnya
· Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.
2. Pengobatan psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat terbebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja, dan bermasyarakat secara normal.
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah aktivitas kejangyang berlansung terus-menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih baik mendifinisikannya sebagai setiap aktivitas serang kejang menetap selam lebih dari10 menit. Status mengancam adalah serang kedua yang terjadi dalam waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran di antarserangan..
I. Farmakoterapi Epilepsi
Mekanisme aksi obat-obatan anti epilepsi menurut Rull dan Schleifer (1992) melalui dua cara.
1. Mencegah / menurunkan lepasnya muatan listrik yang berlebihan.
2. Mengurangi peyebaran pacuan dari fokos serangan dan mencegah letusan serta phisix fungsi agregasi normal neuron.
Sebagian besar sediaan obat yang ada sekarang melalui mekanisme ini.
Farmakoterapinya ialah:
1. Fenobarbital anti konvulsan barbiturat.
2. Primidon (primidone, deoxybarbiturate).
3. Hidantom
4. Lain-lain Hidantom ( mefenitoin).
5. Oksazolidinedioner.
· Trimetadion
· Parametadion
· Suksinimid
· Metsuksinimid
· Fensuksinimid
· fenasemid
6. Karbamazepin (carbamzepine)
7. As.Valproic (Valproic acid)
8. Benzodiazepin (benzodiazepine)
9. Kuinakrin (cuinacrine)
Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam
Berikut ini adalah nama-nama obat yang dipakai untuk menyembuhkan epilepsi. Semua obat harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter.
Carbamazepine, Carbatrol, Clobazam, Clonazepam, Depakene, Depakote, Depakote ER, Diastat, Dilantin, Felbatol, Frisium, Gabapentin, Gabitril, Keppra, Klonopin, Lamictal, Lyrica, Mysoline, Neurontin, Phenobarbital, Phenytek, Phenytoin, Sabril, Tegretol, Tegretol XR, Topamax, Trileptal, Valproic Acid, Zarontin, Zonegran, Zonisamide.
Selain dengan obat, epilepsi juga dapat disembuhkan dengan Ketogenic Diet.
Obat pertama yang paling lazim dipergunakan: (seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin)
· Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru,
· Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia.
Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin)
· Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua.
· Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia.
Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kita simpulakan bahwa Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
Epilepsi, terkadang disebut juga ayan atau sawan, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP).
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansyoer A, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran; Jilid II.
2. Anonymous, Adakah kata sembuh bagi epilepsy? 2009. (http://www.anakku.net/content/adakah-kata-sembuh-bagi-epilepsi diakses tanggal 13 January 2009).
3. J, Corwin.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, FKUI,
5. Epilepsi, 2009. ”Penyebab, Diagnosis, Pengobatan Epilepsi”. (online). ( http://id.wikipedia.org/wiki/Epilepsi diakses tanggal 13 January 2009).